Wednesday, July 30, 2008

GRAMEEN BANK 1

BANK KAUM MISKIN

Oleh : Muhammad Yunus

Peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2006

Bersama Alan Jolis



Belajar dari :

Kisah Muhammad Yunus dan Grameen Bank, dalam

Memerangi Kemiskinan


Tahun 1994 kami telah pulih sepenuhnya dari tantangan-tantangan awal dekade ini dan menikmati tahun pembukuan terbaik. Kami membubarkan konsorsium donor setahun sebelumnya dan beroperasi komersial sepenuhnya. Dua tahun kemudian, pada April 1996, kami memperpanjang pinjaman senilai AS$1 miliar untuk 1 juta dan 2 juta peminjam kami. Inilah saat-saat yang menggetarkan jiwa. Sebuah proyek yang dimulai dengan pinjaman spontan senilai AS$27 dari kantong saya sendiri kini telah mencapai miliaran dolar. Dua tahun berselang, kami memberi pinjaman AS$2 miliar. Grameen bertambah energinya.

Dan ketika mengunjungi desa-desa, saya lihat betapa banyaknya peminjam kami yang tidak hanya telah melewati garis kemiskinan, melainkan meninggalkannya jauh di belakang. Saya bertemu peminjam yang cicilan per minggunya (sekitar 2 persen dan total kredit yang diterimanya) lebih dan 500 taka (AS$12), dan mendengar cerita mereka bahwa 500 taka adalah nilai pinjaman pertamanya dan Grameen 10 tahun lalu. Berarti kapasitas mereka untuk meminjam, berinvestasi, dan membayar kembali telah melipat 50 kali dalam 10 tahun.

Sebuah kisah sukses yang indah datang dari Murshida Begum, yang ditampilkan dalam film dokumenter PBS mengenai kredit mikro berjudul “To Our Credit”. Meski bagi sebagian pihak cerita Murshida mungkin merupakan kekecualian, inilah sesungguhnya mikrokosmos dari apa yang terjadi di Grameen: bagaimana orang-orang bisa jauh lebih mudah mencapai potensi sepenuhnya setelah punya akses kredit.

*Konsorsium donor dibentuk untuk mengkoordinir hubungan kami dengan donor bilateral dan multilateral yang memberi kami hibah dan pinjaman berbunga rendah selama era 1980-an dan awal 1990-an.

Murshida lahir dalam keluarga miskin dengan 8 anak. Ayah dan kakeknya tidak memiliki sejengkal pun lahan pertanian. Dia menikah pada usia 15 tahun dengan pria dari desa tetangga yang bekerja sebagai buruh kasar di pabrik. Tahun-tahun pertama perkawinannya berjalan relatif baik, tetapi segalanya berubah pahit ketika Murshida mulai memiliki anak. Seraya pengeluaran keluarga meningkat, uang yang dibawa pulang suaminya kian lama kian berkurang. Akhirnya ketahuanlah bahwa suaminya penjudi kambuhan. Selama krisis pangan 1974, suaminya sebenarnya menerima bonus 1.800 taka dari perusahaan. Semuanya amblas di meja judi. Ketika Murshida mengeluhkan hal ini, suaminya menghajarnya.

Guna memperoleh tambahan uang, Murshida memintal kapas mentah menjadi benang. Dia bekerja dikontrak orang lain dengan upah yang sangat kecil, kadang tak lebih dan segenggam beras menir. Sungguh pun begitu, bekerja mencegahnya dari kelaparan. Dia pertimbangkan pilihan-pilihan lainnya: bekerja sebagai pembantu rumah tangga di keluarga kaya atau mengemis. Tetapi apa yang akan terjadi dengan anak-anaknya?

Suatu hari suami Murshida pulang ke rumah setelah seminggu menghilang dan mengomel karena tidak ada makanan yang cukup buatnya. Murshida telah menyiapkan masakan sederhana dan belum makan sepanjang hari. Suaminya marah dan memukulinya, kemudian pergi sambil berkata dia akan kembali lagi pagi hari. Hari itu ada hujan badai dan karena suaminya telah menjual atap rumah mereka untuk membayar utang judi, Murshida dan tiga anaknya basah kuyup. Saat itulah Murshida memutuskan keadaan harus berubah. Ketika suaminya kembali tengah malam, Murshida menghadangnya.

“Kau hanya membawa sedikit beras menir untuk si upik,” Seingatnya ia berkata demikian, “tapi tidak ada untukku. Padahal tiap orang di desa bilang kau dapat banyak uang.” Suaminya naik pitam dan menghajarnya. Lalu menceraikannya saat itu juga dan mengusirnya keluar rumah.

“Bagaimana dengan anak-anak?” tanya Murshida.

“Kau bisa lemparkan mereka ke sungai dan biarkan hanyut, emang gue pikirin,” jawabnya.

Murshida mengirim pesan ke saudara laki-laki yang menawarinya tempat tinggal. Setelah pindah, Murshida mendapat lebih banyak kontrak pemintalan. Ia mendengar tentang Grameen Bank saat pegawai kami datang ke desanya. Awalnya, tokoh-tokoh desa menentang Grameen dan mencoba menghalangi pembukaan sentra-sentra. Seorang pegawai Grameen menolak Murshida bergabung, dipikirnya dia akan pindah kembali ke desa suaminya. Tetapi Murshida mencegat pegawai bank lainnya di jalan desa dan memohon agar diberi uang. “Saya bilang padanya kalau perlu saya akan berenang menyeberangi sungai untuk menghadiri pertemuan Grameen. Saya katakan padanya bahwa saya ingin mengikutinya kemana pun dia pergi untuk membentuk kelompok, sehingga saya bisa bergabung. Saya katakan dia harus memberi saya uang, jika tidak saya tidak akan mampu bertahan menghidupi anak-anak saya. Dia bilang saya tidak bisa membentuk kelompok saat itu juga, tetapi dia akan datang ke rumah saya dan membentuk kelompok beberapa hari mendatang. Dan dia benar-benar datang!”

Awalnya Murshida meminjam 1.000 taka untuk membeli seekor kambing dan pinjamannya terbayar kembali dan laba penjualan susunya dalam 6 bulan. Dia hidup dengan seorang anak, seekor kambing, dan tanpa utang. Tersemangati oleh keberhasilannya, Murshida meminjam lagi 2.000 taka untuk membeli kapas mentah dan sebuah alat pintal, dan mulai membuat selendang. Dia kini menjual selendangnya secara grosiran seharga 100 taka dengan rumbai-rumbai dan 50 taka tanpa rumbai-rumbai. Bisnis Murshida berkembang pesat sehingga selama musim ramai dia bisa mempekerjakan sampai sebanyak 25 perempuan di desanya untuk membuat selendang. Selain itu dia membeli tanah 0,4 ha dari laba yang diperolehnya, membangun rumah dengan KPR Grameen Bank, dan mengajak saudara-saudaranya ikut berdagang kain sari dan kapas mentah. Murshida juga tampil sebagai pemimpin sentranya. Dia terpilih sebagai ketua sentra beberapa kali.

_______

Sebuah proyek yang dimulai dengan pinjaman spontan senilai AS$27

dari kantong saya sendiri kini telah mencapai miliaran dolar.

Dua tahun berselang, kami memberi pinjaman AS$2 miliar.

Grameen bertambah energinya.

_______

“Saya bilang padanya kalau perlu saya akan berenang menyeberangi sungai

untuk menghadiri pertemuan Grameen.

Saya katakan padanya bahwa saya ingin mengikutinya kemana pun dia pergi

untuk membentuk kelompok, sehingga saya bisa bergabung.”

_______

Sebuah kisah sukses yang indah datang dari Murshida Begum,

yang ditampilkan dalam film dokumenter PBS mengenai kredit mikro berjudul

“To Our Credit”.

Meski bagi sebagian pihak cerita Murshida mungkin merupakan

Kekecualian.

Inilah sesungguhnya mikrokosmos dari apa yang terjadi di Grameen:

bagaimana orang-orang bisa jauh lebih mudah mencapai

potensi sepenuhnya setelah punya akses kredit.

_______

0 comments:

Template by : Kendhin x-template.blogspot.com